Sadar Untuk Belajar Bahasa Inggris
Semenjak ada keinginan untuk meneruskan kuliah
ke luar negeri, aku mulai sadar, kemampuan Bahasa inggris adalah sebuah
kunci yang bisa membukakan pintu untuk mencapai cita-cita itu. Sayangnnya, aku
sadar pada waktu yang cukup telat, lebih tepatnya ketika selesai kuliah S-1.
Sedikit putus asa memang, bagaimana aku bisa sekolah di luar negeri kalau skill
Bahasa inggrisku super jeblok . Masih ingat dibenakku ketika masih menjadi
mahasiswa baru. Jurusan di kampusku mewajibkan semua MABAnya untuk ikut tes TOEIC
(Test of English for International Communication) yaitu sebuat tes bahasa
Inggris yang dikhususkan untuk dunia kerja. TOEIC adalah tes yang mempunyai
tingkat kesusahan lebih rendah jika dibandingkan dengan tes Bahasa inggris
lainnya seperti TOEFL dan IETLS. Tapi bisa dibayangkan bagaimana malunnya,
untuk tes TOEIC saja, aku cuma mampu mendapatkan skor 200 yang berarti aku
masih berada di level cukup rendah.
Bagaimana dengan TOEFL?. Sebelum mengenal IETLS,
aku memang sudah cukup familiar dengan toefl karena tes ini juga menjadi syarat
untuk mengajukan wisuda dikampus. Untungnya, kampusku tidak begitu kaku, yang
mengharuskan setiap mahasiswanya mendapatkan nilai toefl minimal 500 agar bisa
wisuda. Ada keringanan bisa mengajukan wisuda dengan syarat sudah megikuti 3
kali tes TOEFL meskipun tidak mencapai angka minimal. Tentu saja, aku adalah
salah satu mahasiswa yang memanfaatkan kesempatan ini (Wisuda dengan kesempatan
toefl tiga kali)
Setelah lulus, aku merenung, bagaimana saya bisa
kuliah diluar jika kemampuan Bahasa inggris saya sangat buruk seperti ini.
Apalagi setelah mengetahui fakta bahwa ada syarat untuk tes Bahasa inggris
bertaraf international dengan skor minimal yang cukup tinggi. Belum lagi harga
tes itu sendiri yang perlu merogoh isi kantong cukup dalam. Terbesit untuk
mengambil jalan ninja dengan berencana menargetkan tujuan belajar ke
negara-negara di Asia yang memang memberikan syarat Bahasa lebih ringan dari
pada di negara benua lain. Tapi setelah dipikir-pikir, kok saya maunnya ambil
jalan pintas terus ya, toh kalaupun bisa Bahasa inggris itu juga nantinya buat
kebaikan saya sendiri. Saya rasa 9 dari 10 orang di Indonesia mengalami
hal yang sama dengan saya, belajar bahasa inggris semenjak duduk dibangku SD
tapi hingga kuliah skill bahasa inggrisnya jongkok, paling banter juga bisa
paham tenses tapi tidak bisa kalau disuruh nulis, baca apalagi ngomong.
Disekitar semester 6, aku langsung berfikir,
sepertinya aku perlu untuk segera lulus dari kampus ini agar punya waktu lebih
untuk mempersiapkan bahasa inggris. Kalau aku tidak segera fokus, rasanya
sebagai orang goblok sepertiku akan sangat susah untuk segera bisa berbahasa
inggris.
Dari paragraph barusan sebenarnya sudah
ada langkah pertama yang bisa digaris bawahi, yaitu menerima
bahwa diri ini adalah orang goblok yang tidak tahu menahu, jadi akan lebih
ikhlas mengikuti proses yang harus di jalani. Sebenarnya prinsip ini adalah
prinsip dasar yang selalu aku terapkan disaat saya ingin memperlajari yang aku
inginkan, termasuk belajar bahasa inggris. Selama memahami diri sendiri sebagai
orang yang tidak bisa berbahasa inggris, aku terus intropeksi diri memang
apanya sih yang salah dengan belajar bahasa inggrisku selama ini. Aku sering
mengikuti beberapa kursus bahasa inggris meskipun sekedar kursus toefl pemula,
bahkan selama waktu sekolah nilai bahasa inggrisnya juga tidak buruk-buruk
banget, tapi kok hasilnnya tidak sesuai dengan kenyataan ya?.
Alternatif pertama yang aku tempuh waktu itu
adalah kembali mendaftarkan diri dibeberapa tempat les di kota Malang, aku
mencoba mengambil kelas conversation dan kelas TOEFL
Preperation. Aku ambil kelas tersebut karena alasanya yang sangat realistis
yaitu masalah biaya kursus yang ditawarkan cukup terjangkau. Seminggu pertama
ikutan les, rasanya semangat masih mengebu-gebu. Waktu itu, tutor di kelasku
berbagi pengalaman kalau dia bisa lancar berbahasa inggris karena sering
menonton film berbahasa inggris. Menarik juga jika dicoba, saking semangatnya
aku telan mentah-mentah dan aku tirukan. Metode ini menarik dan menyenangkan
tapi aku rasa tidak bekerja baik denganku. Setelah periode les sudah habis, aku
melakukan evaluasi skill bahasa inggrisku. Seberapa dampak ikut les terhadap
peningkatan bahas inggrisku. Aku mengakui skillku tidak begitu meningkat, tapi
setidaknya aku punya rasa percaya diri untuk belajar bahasa inggris dan membuat
diriku yakin ada kemungkinan bahwa aku bisa berbahasa inggris.
Belajar TOEFL di PARE
Selesai wisuda, aku berfikir apa yang bisa saya lakukan untuk
belajar bahasa inggris dengan budget pas-pasan. Kalau saya stay di Malang,
rasanya saya tidak kuat terus menerus mengeluarkan biaya untuk ikut les,
sementara kalau tidak ikut les saya benar-benar masih buta. Meskipun banyak
orang yang bilang bisa belajar dari youtube tapi bagi saya tetap saja kalau
tidak ada tentor yang mengarahkan saya masih buta arah.
Pilihan pertama saya, waktu itu adalah belajar bahasa inggris ke
Pare, Kediri. Kampung inggris sebutan sebuah kampung yang sangat terkenal untuk
belajar bahasa inggris. Dimana di kampung itu penuh dengan les-lesan bahasa
inggris. Yang belajar disana juga tidak hanya dari daerah sekitar Kediri, tapi
juga dari luar daerah bahkan luar pulau.
Waktu itu, saya langsung fokus ke toefl. Karena saya ingin
mendaftar beasiswa akhir tahun jadi saya ingin persiapan toefl langsung. Untuk
beasiswanya apa saya akan ceritakan nanti. Kebetulan beasiswa yang saya
targetkan waktu itu hanya memberikan batas minimal skor TOEFL yang cukup
ralistis untuk kemampuan saya yaitu 450. Saya sudah pernah mengikuti tes TOEFL
prediction beberapa kali, dan skor saya masih disekitar 400. Itu pun karena
saya pernah ikutan les sebelumnya ketika di Malang. Dengan mengevaluasi
kemampuan saya selama ini, saya rasa memilih ikutan program paling dasar untuk
TOEFL tidak ada salahnya sekalin saya merefresh ingatan saya terkait TOEFL.
Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil kelas TOEFL Camp. Lembaga yang saya
pilih waktu itu yaitu ELFAST. Dari hasil tanya-tanya teman yang pernah belajar
di kampung Inggris, lembaga tersebut salah satu lembaga yang bagus untuk
belajar TOEFL, selain fasilitasnya juga program camp yang ditawarkan
bagus.
TEOFL Camp berdurasi 1 bulan. System kelas yang dibuat diprogram
ini adalah pemberian materi, pembahasan soal dan simulasi. Sistem pengajarannya
dibagi berdasarkan skill yang diujikan ketika TOEFL yaitu listening, grammer
dan reading. Untuk kelas listening diajarkan mencari keyword-keyword pada soal
sehingga lebih memudahkan kita untuk memusatkan perhatian lebih pada keyword
yang dituju. Ini cukup membantu karena dengan belajar ini, saya lebih tahu
dimana saya harus fokus untuk menemukan jawaban dan bisa mengira-ngira apa yang
bakal disampaikan dalam soal. Kemudian kelas grammer, menurut saya ini adalah
kelas yang aling efektive. Saking banyaknya materi yang disampikan, saya jadi
berfikir, kelas grammer ini lebih mirip kelas matermatika. Karena banyak tips
mengerjakan grammer yang mirip dengan formula-formula tidak jelas. Memang benar
efektive dan sekaligus membuat saya bingung. Sementara untuk kelas reading,
saya rasa kelas yang paling tidak penting, karena pengajar juga hanya
membacakan kunci jawaban tanpa menjelaskan atau setidaknya memberikan
tips-tips. Semua murni hanya membaca kunci jawaban.
Satu bulan di TOEFL Camp, saya semakin pusing, semakin merasa ada
tekanan, dan semaki stress. Apalagi setelah menyadari bahwa skor TOEFL saya
sebenarnya bukan meningkat tapi sama saja. Dari hasil simulasi, skor tertinggi
yang saya peroleh 470, sisanya juga masih tetap di angka 400-450. Sementara
target saya setidaknya bisa mencapai 500. Aku juga menyadari bahwa selama
simulasi banyak banget kebetulan yang saya peroleh, mulai dari menjawab yang
sebenarnya hanya ngasal, kalau pun tahu itu juga karena saya tidak sepenuhnya
paham kenapa jawabnnya itu. Apalagi ketika listening, aku cuma menjawab dengan
memilih pilihan jawab yang mirip-mirip dengan apa yang disampaikan di soal
ketika diputar. Sungguh.....sangat memalukan. Akhirnya aku mengevaluasi diri,
dan ada beberapa hal yang mungkin perlu diperhatikan ketika ingin belajar
bahasa inggris di Pare:
1. Pahami dulu tujuan les disana : hal ini sangat penting untuk
bisa memperkirakan program apa yang akan kita ambil sehingga kita tidak
buang-buang waktu dan uang, serta bisa memperkirakan seberapa lama akan tinggal
di kampung ini.
2. Pahami keunggulan setiap lembaga : di Pare memang sangat banyak
lembaga belajar bahasa inggris, tapi tidak semuannya bagus tentunya.
Bahkan aku pernah mengikuti program yang diajar tentor yang merupakan alumni
dari program/ lembaga situ yang sebenarnya kemampuannya juga menurut aku masih
sama saja dengan murid kelas lainnya. Jadinya kita cuma dapat fasilitator
belajar saja, yang hanya dibacakan materi dari buku dan ini sangat
menyebalkan.
3. Jangan terlalu ambisius untuk segera lancar bahasa Inggris,
sehingga ingin seharian full ikutan program. Semua ada prosesnya jadi
bersabarlah. aku sarankan mengambil program waktu pagi hingga siang, dan
gunakan sore hingga malam untuk review. Dari pengalaman saya tidak ada waktu
review, jadi tidak ada waktu untuk evaluasi diri atau sekedar mengulang
pelajaran.
4. Di Pare bakal banyak godaan, contohnya ketika weekend banyak
yang ajak main kesuatu tempat wisata disekitar Pare dengan paket wisata yang
cukup mengiurkan. Apalagi di sana juga banyak teman-teman yang sebenarnya ke
Pare lebih ke mencari kesenagan dari pada belajar. Jadi fokuslah ke tujuanmu.
Sebulan mengikuti TOEFL camp, aku masih ragu untuk mendaftar tes
TOEFL ITP, jadi aku coba mengambil tes prediction. Waktu itu skorku 430, aku
jadi berfikir ulang untuk mengambil TOEFL ITP apalagi ada kabar dari teman yang
mendaftar beasiswa yang aku targetkan ada yang dialihkan dari beasiswa luar
negeri menjadi ke dalam negeri karena ketika mendaftar nilai TOEFLnya dianggap
kurang meyakinkan. Jadi amannya harus bisa mencapai 500 agar dianggap mampu
untuk lanjut beasiswa ke luar negeri (akan aku ceritakan mengenai hal ini
dilain tulisan). Tapi mengingat waktu pendaftaran beasiswa juga semakin mepet,
akhirnya dengan segala keraguan saya putuskan saja untuk tetap mendaftar tes
TOEFL ITP.
Ketika pengumuman hasil TOEFL ITP sudah keluar, aku pun tersenyum
karena hasilnya memang tidak seusai harapan, tapi setidaknya sesuai standar
minimal pendaftaran beasiswa. Aku memang merasa tidak puas dengan hasil belajar
tes ini, apalagi mengingat tujuan utamaku bukanlah TOEFL ITP tapi IELTS yang
katanya jelas lebih susah dari pada TOEFL ITP.
Belajar Bahasa Secara Mandiri
Dari tes TOEFL ITP yang aku peroleh, aku bisa mendaftar beasiswa
dan alhamdulillah aku diterima. Alhamdulillahnya lagi tidak mengalami
nasib naas harus dipindahkan tujuan belajar dan sangat bersyukurnya lagi,
sesuai yang aku targetkan, aku diberi bimbingan untuk persiapan IELTS sebagai
bagain dari beasiswa tersebut. Akan tetapi kapan akan dimulai bimbingan untuk
persiapan IETLS dari pihak beasiswa cukup lama, sehingga aku memutuskan untuk
persiapan mandiri terlebih dahulu. Aku melakukan beberapa kegiatan berikut.
1. Aku menyadari selama belajar bahasa inggris selama ini, aku
terlalu melihat bahwa bahasa inggris layaknya sebuah mata kuliah/ pelajari,
sehingga belajar bahasa inggrisku terlalu kaku, terpaku pada buku dan terlalu
banyak mikirin teori grammer. Tentu saja mindset seperti ini salah besar
dan aku mencoba mencari mindset yang lebih baik. Aku kembali teringat dengan bagaimana
aku dulu bisa berbahasa jawa, karena kebetulan aku dulu pindahan dari Sumatra.
Pada proses pembelajaran berbahasa jawa sebenarnya yang aku lakukan adalah
membiarkan diriku terpapar dengan orang-orang yang setiap harinya berbahasa
Jawa. Selama aku terpapar itu, disitulah aku lebih banyak mendengarkan dan
tanpa aku sadari aku terbiasa dan bisa memahami. Konsep ini aku coba terapkan
ketika aku belajar bahasa inggris, tapi sayangnya, tentu aku akan mengalami
kesusahan untuk membiarkan diriku terpapar dengan orang yang berbicara bahasa
inggris tiap harinnya, karena keluargaku dan orang sekitarku tidak berbahasa
inggris.
Satu-satunya cara adalah menggunakan device yang ada disekitarku
untuk memutar video orang berbicara bahasa inggris entah di video atau mp3.
Agar aku lebih fokus aku menggunakan headset. Aku pun tidak main-main
mengalokasikan waktuku untuk bisa membiarkan aku terpapar bahasa inggris tiap
harinya meskipun dari video atau mp3. Jadi setiap hari aku alokasikan 6 jam
dalam hidupku untuk mendengarkan bahasa inggris dengan menggunaka headset.
Adapun selama 6 jam, aku menggunakan formulasi sebagai berikut :
2 jam di pagi hari, aku bagi seperti ini :
- 10 menit podcast. Untuk podcast aku pilih berdurasi pendek
2-3menit, tapi aku ulangin saja 2-3 kali, agar benar-benar paham apa yang
mereka obrolkan. Jujur, mendengarkan podcast sangatlah membosankan. Untuk
podcast, aku memilih podcast dari BBC, tapi sebenarnya tidak ada pilihan khusus
ini. Aku lebih mementingkan durasi dari per podcast.
- 30 menit engvid (mendengarkan sekaligus belajar grammer,
ini linknya : https://www.engvid.com/. Video-video juga bisa ditemukan di
Youtube.) Engvid memberikan banyak pilihan materi dan techaers. Favoritku
adalah Emma. Dalam penyampain materinnya sangat terstruktur sehingga sangat
mudah diikuti. Selain itu suaranya jelas. Biasanya aku mendengarkan 2 video
berdurasi 15 menit per video.
- 15 menit TEDTalk. Untuk lebih memperkaya kosakata yang bersifat
akademis, mendengarkan channel ini menjadi alternatif yang bagus. Aku tentunya
memilih topik yang aku sukai.
- 20 menit Music, untuk mengusir kejenuhan, aku putar musik
disela-sela kegiatan itu. biasanya 10 menit setelah mendengarkan engvid dan 10
menit setelah mendengarkan TEDTalk
- 45 menit, ini bagian yang paling aku senangi, yaitu melihat
series TV. Aku memilih "How i met your mother". Series ini lucu dan
topik yang diceritkan mengenai kehidupan sehari-hari.
2 jam di siang hari
- 10 menit TEDTalk.
- 10 menit Engvid
- 90 menit melihat film animasi/ kartun. Aku memilih kartun karena
film ini ditujukan untuk anak-anak, jadi dari segi bahasanya masih terbilang
bahasa yang halus dan bisa dibilang sopan. Selain itu juga cukup mudah
dipahami. Aku juga menulis dialog dari film yang aku tonton
- 20 menit TV Show, biasanya aku nonton Ellen atau jika bosen aku
pilih saja artis favoriteku yang sedang diinterview atau mendengarkan
presentasi-presentasi menarik dari CEO ternama seperti steve jobs. mark
zuckerberg, dan lainnya
2 jam di malam hari.
- 15 Engvid
- 90 menit A.J Hoge (Link youtube
: https://www.youtube.com/user/ajhoge). A. J Hoge adalah pendiri
effortless english course yang sudah cukup terkenal, dimana dia mengajarkan
bahasa inggris dengan metode yang berbeda dari kelas-kelas formal. Aku
mengikuti video-videonnya agar belajar mandiriku lebih terarah. Beliau sering
memberikan tips-tips belajar bahasa inggris mandiri yang effektive. Aku juga
mempunyai mp3 paket belajar dari course yang aku dapat dari teman. Dalam satu
paket itu terdapat beberapa judul, kebanyakan mp3 dari Aj hode berupa
monolognya. Dalam satu judul berisi, cerita, podcast interactive darinya, dan
vocabalry. Punya materi pembelajaran dari AJ Hoge sangat membantu.
- 15 menit musik. Karena mendengarkan AJ. Hoge juga cukup
membosankan maka aku selingi dengan mendengarkan musik.
Bimbingan IELTS Pertama
Setelah menunggu sekitar 2-3 bulan, akhirnya undangan untuk
mengikuti bimbingan IELTS datang juga. Waktu itu aku mendapatkan lokasi
bimbingan di Yogyakarta, di salah satu universitas negeri di sana. Bimbingan
dimulai jam 08.00 sampai jam 17.00. Ada lima kelas utama tentunya sesuai dengan
skill IELTS yaitu Listening, Writing, Speaking, Reading dan Grammer for
writing. Sementara itu ada dua kelas tambahan berupa kelas kreative dimana
berisi game-game yang masih berkaitan dengan IELTS dan kelas mengenai LOA.
Semacam pengarahan bagaiamana apply ke kampus luar negeri.
Untuk kelas Listening dan Writing bisa dibilang sangat biasa.
Bahkan untuk kelas Listening sebagai orang yang masih sangat goblok bahasa
inggrisnya, aku merasa teritimidasi dikelas haha. Karena pengajaran hanya
memberikan perhatian lebih ke teman-teman sekelas yang sudah paham. Pertama
kali mencoba listening IELTS memang cukup kaget, aku paham dengan apa yang di
katakan rekaman soal, sepertinya belajar mandiriku cukup membantu, tapi ketika
menjawab soal bener-bener ng-blank. Pertama simulasi dari 40 soal aku cuma
benar 8 soal. Melihat gaya mengajar tentor yang sangat monoton, dimana hanya
memberikan soal terus dilakukan pembahasan, apalagi dipembahasan tentor hanya
membaca kunci tanpa memberikan penjelasan lebih, aku lebih banyak mengabaikan
dan belajar dengan metode belajar mandiriku sebelum mengikuti bimbingan.
Untuk kelas writing, tidak banyak yang bisa ku ceritakan sama
halnya tidak banyaknya kelas yang ada. Pengajar sering absen dengan
alasan-alasan yang menurutku tidak profesional. Jikapun hadir dikelas terlihat
tidak siap sama sekali, yang ada ngobrol nglantur tidak jelas. Sebenarnya
sebagai orang yang mengharapkan lebih dari bimbingan ini sangat kecewa dengan
adanya orang-orang seperti beliau. Paling yang saya tunggu dari beliau hanyalah
traktiran makannya.
Saya selalu antusias untuk kelas Reading dan Speaking. Di dua
kelas ini tentornya benar-benar sangat semangat dan berniat untuk memintarkan
orang-orang goblok seperti saya. Untuk kelas reading, tentor selalu telaten
menjawab setiap pertanyaan dan memberikan penjelasan yang rinci. Sementara
untuk kelas speaking, pengajar selalu memberikan metode belajar yang menarik
dan berbeda-beda .
Setelah dua bulan bimbingan, aku bukannya menjadi lebih pintar
tapi justru sebaliknya. Aku sangat frustasi dengan hasil diriku sendiri. Aku
memang menyalahkan diriku sendiri yang tidak bisa mengikuti bimbingan dengan
cepat seperti teman lainnya, tapi aku juga merasakan beberapa kekurangan dari
tempat bimbinganku. Beberapa kekurangan yang aku rasakan bersama teman-teman
lainnya ketika medapatkan bimbingan belajar disini : keterlambatan pembagian
buku modul (bahkan dibagikan ketika hampir bulan terakhir), kelas writing yang
tidak jelas, simulasi dan evaluasi untuk peserta yang tidak terjadwal dengan
baik (selama bimbingan hanya dua kali simulasi yaitu sebelum dan sesudah,
itupun juga hasil tidak dibagikan sehingga tidak ada bahan evaluasi peserta
pelatihan), terlalu banyak kegiatan yang tidak jelas yang hanya menganggu fokus
belajar (contoh kegiatan touring, makan-makan, kelas LOA yang entah kenapa jadi
mirip promosi dan lainnya).
Aku beruntung dari kemelut yang sangat bikin aku down, masih ada
tutor speakingku yang aku bisa ajak ngobrol bareng tentang keluh kesahku. Tutor
speakingku ini memberikan banyak masukan untukku, yang aku suka dia menuntunku
belajar IELTS dengan metode yang tidak kaku dan semua sarannya berdasarkan
pengalaman pribadinnya. Berikut saran-saran beliau yang aku terapkan dan works
well untuk diriku :
1. Prinsip belajar IELTS menurut beliau adalah pembiasaan.
Karena IELTS berbeda dengan TOEFL. Mungkin kita bisa melihat bahwa di TOEFL
cukup tricky. Ada beberapa tips2 atau cara cepat yang bisa dipelajari untuk
bisa menjawab TOEFL. Sedangkan IELTS adalah standart test yang memang digunakan
untuk mengukur skill bahasa inggris kita. Memang ada beberapa tips yang bisa diterapkan
untuk mendukung saat tes IELTS, tapi itu tetap saja bukan cara cepat seperti di
TOEFL.
2. Aku mendapatkan beberapa modul dari tempat bimbingan, tapi
setelah aku diskusikan dengan beliau memang tidak semua modul tersebut cocok
dengan gaya belajar kita, bahkan terkesan teoritis yang tidak cukup membantu.
Berikut buku-buku yang aku gunakan ketikan diawal persiapan IELTS berdasarkan
skill:
a. Listening
Untuk listening, aku tetap menggunakan metode yang aku gunakan
sebelum mengikuti bimbingan cuma karena aku sudah mendapatkan jadwal bimbingan
yang intensive, aku mengurangi frequensi menjadi setengah. 2 jam sebelum kelas
dimulai dan 2 jam dimalam hari. Disela-sela waktu sengangku, aku juga
mendengarkan podcast, misal ketika membeli makan, jalan pulang dari tempat
bimbingan ke kosan aku tetap mendengarkan podcasr. Aku coba tidak hanya
mendengarkan, tentunya memahami dengan mengulang lagi apa yang mereka bicarakan
di podcast.
b. Speaking dan Reading
Karena aku merasa tentor speaking dan readingku sudah kompeten
jadi aku tidak alokasikan belajar extra di luar bimbingan. Aku hanya fokus pada
kelas mereka. Untuk speaking aku mencoba praktik dengan teman sekelas di
sela-sela kelas.
c. Writing
Jelas frustasiku akan kelas ini sangat tinggi, karena aku merasa
tidak mendapatkan apa-apa selama bimbingan. Jadi aku mengalokasikan waktu di
luar bimbingan untuk kelas ini. Aku menggunakan cara yang sesuai saran dari
tentor speakingku, sebagai berikut :
- Aku masih menganggap diriku anak kecil yang tidak bisa menulis,
jadi aku menjadikan diriku sebagai seorang copy paste diawal pembelajaran.
Berikut modul-modul yang sangat membantuku dalam belajar Writing IELTS diawal
:
- IELTS Made Easy Step by Step guide to write task 1 dari
IELTS Buddy : buku ini sangat membantu untuk beginner. Kelebihan dari buku ini
sangat mudah diikuti, dimana penulis mengiring pembaca untuk menulis tahap demi
tahap seperti membuat introduction, memahami grafik dan bagaimana menulisnya
dalam bahasa inggris, penjelasan yang mudah diikuti dan tentunya membahas
penulisan berbagai jenis soal TASK 1 seperti line, pie, table, map, dan
bagaimana grouping informasi juga diajarkan.
Aku mengulangi buku ini sampai 3 kali untuk mendapatkan pemahaman
yang jelas tentang menulis task 1 di IELTS.
- IELTS Made Easy Step by Step guide to write task 2:
namanya juga buku untuk pemula, penulisan di buku ini memang sangat sederhana,
tapi bisa membantu pembaca mengerti bagaimana dasar menulis untuk Task 2.
Pembaca akan diarahkan dulu bagaiaman memahami jenis-jenis pertanyaan di Task 2
agar apa yang ditulis tidak melenceng dari yang ditanyakan. Ini sangat krusial
di IELTS karena banyak peserta test yang jatuh diawal karena essay yang dia
tulis bagus tapi tidak menjawab pertanyaan. Selanjutnya diajarkan membuat
introduction, mengembangkan ide, membuat paragprah yang kuat,serta membuat
kesimpulan yang kuat.
Sama halnya dengan buku sebelumnya, aku mengulangi buku ini sampai
3 kali.
Setelah menyelesaikan dua buku awal itu, aku tidak banyak membaca
buku IELTS guide yang lain, karena agar pemahamanku terpaku
satu dulu, kemudian aku lebih banyak mencontoh tulisan-tulisan dari buku "CAMBRIDGE
TASK 2-writing band 9". Aku juga mengumupulkan banyak contoh tulisan
dari berbagai sumber. Caraku belajar dengan metode copy-paste :
1. Aku benar-benar menirukan semua yang tertulis dari contoh itu
baik untuk Task 1 dan Task 2. Tentunya aku memahami dulu soal-soal dari tulisan
yang aku pahami.
2. Setelah aku tulis, aku lihat lagi perbagian yang menjadi pusat
perhatianku :
-> Untuk Task 1: - bagaimana penulis melakukan grouping
informasi
-
bagaimana penulis membuat introduction dan overview
- bagaimana penulis menulis setiap
perubahan pada data (increasing, decreasing, constanst, dsb). Untuk part yang
ini aku sediakan buku khusus yang sudah aku bagi bagiannya berdasarkan
pergerakan data. Jadi aku mempunyai banyak pola/ style dan kosakata untuk
menuliskan setiak perubahan data tersebut
- bagaimana penulis menuliskan
kesimpulan.
-> Untuk Task 2: setelah aku tulis, aku highlight setiap kata
dan kalimat yang menurutku menarik. Dari situ aku bisa belajar kosakata baru
dan menuliskan ide yang ku punya.
Selama bimbingan ini aku cukup terbantu dengan adanya tentor
Reading dan Speaking yang sangat sabar mengajari orang-orang yang sangat
tertinggal seperti aku. Selama bimbingan yang seharusnya hanya 3 bulan tapi
jadi molor menjadi 4 bulan karena beberapa hal, aku mendapatkan skor real test
IELTS overall 5.5. Di awal cukup prustasi dengan hasil tersebut, apalagi aku
merupakan salah satu peserta yang mendapatkan skor paling kecil dari yang
lainnya.
"Ini memang hasil yang buruk jika kamu bandingkan dengan
teman-temanmu, tapi ini adalah hasil yang baik untuk orang yang baru pertama
kali mengejar IELTS" salah satu tentorku mengatakan kalimat itu ketika
meihat ekspresiku meratapi hasil tesku yang kecil dibandingkan yang lain.
Memang dari sekian orang yang ada dikelas, kebanyakan dari mereka sudah pernah
melakukan tes ini.
Belajar IELTS di Suatu Lembaga ** di Pare
Aku sudah merencanakan jauh-jauh hari untuk
kembali ke Pare setelah bimbingan di Yogyakarta selesai, apalagi memang dari
awal aku sudah pesimis dengan hasil IELTS pertamaku. Maka dari itu uang saku
yang aku dapatkan selama bimbingan selalu aku sisihkan setengah untuk bisa
melanjutkan belajar IELTS di Pare. Ketika akan melanjutkan ke Pare, tentu aku
merasa ragu karena aku juga merasa belum tentu cocok belajar di sana. Tapi
pertimbangaku yang mendorongku untuk tetap ke Pare adalah aku butuh atmosfir
yang terus mendorongku untuk belajar, aku rasa menemukan orang yang sama-sama
sedang belajar IELTS di Pare akan lebih mudah. Jadi selain aku bisa fokus
tentunya aku akan mendapatkan teman-teman seperjuangan yang bisa aku ajak
sharing. Selain itu, setelah melakukan surve dengan tanya-tanya beberapa orang
yang pernah belajar IETLS di Pare aku mendapatkan beberapa tempat yang cukup
recommended.
Aku memutuskan untuk mengambil kelas IELTS 1
bulan di sebuah lembaga yang terkenal paling bagus dari segi fasilitas (tempat
belajar, modul, jumlah murid dikelas, tentor dan sistem pembelajaran) dan
sekaligus paling mahal. Okelah, ada harga tentunya ada rupa. Tanpa pikir ragu,
aku langsung melunasi pembyaran apalagi setelah petugas lembaga tersebut terus
mengirimi update informasi bahwa hanya tersisa 3 kursi lagi untuk program yang
aku ambil. Kebetulan aku bersama dua temanku yang ingin ke sana. Jadi kursi itu
pas untuk aku dan dua temanku.
Pertemuan awal di kelas semua berjalan normal,
modul dibagikan, kenalan dengan tentornya, dijelaskan jadwal belajar yang
dimulai dari jam 08.00 sampai jam 16.00 dan ada istriahat di siang hari dari
jam 12.00 jam 14.00. Yang agak aneh disini adalah jumlah murid, berdasarkan
list yang diinformasikan ke aku akan ada 8 orang murid. Ternyata yang datang
hanya ada 6, setelah aku kroscheck ternyata yang dua hanya peserta tambahan
yang ikut beberapa pertemuan penganti sebelumnya. Sedikit merasa tertipu saja,
ternyata list itu tidak sepenuhnya benar dan hanya teknik marketing.
Ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan
terkait lembaga ini, mungkin bisa menjadi pertimbangan:
1. Dari segi fasilitas, memang benar sangat
nyaman, ruang kelas bersih, ber AC, dan jumlah murid terbatas. Menurutku ini
satu-satunya nilai plus dari lembaga ini. Karena aku lihat banyak lembaga yang
serupa dengan harga kisaran setengah lebih murah dari lembaga ini tapi tidak
layak, dimana dalam satu kelas ada 50-70 siswa dengan pengajar yang terbatas.
Belum lagi ruangan kelas yang sangat tidak nyaman.
2. Modul yang digunakan oleh lembaga yang aku
pilih cukup bikin tersenyum sinis. Karena aku sudah membaca buku IELTS selama
di bimbingan sebelumnya (mungkin bisa aku buatkan tulisan khusus untuk review
buku-buku IELTS) jadi aku tahu buku apa yang sebenarnya mereka bagikan,
meskipun sampul depannya mereka ganti dengan judul nama lembaga mereka. Aneh
bukan ? sudah ngeprint buku bajakan sampulnya juga diganti.
3. Tentor, ini yang paling bikin aku jengkel
sekali. Bisa dibilang mereka terlalu angkuh, merasa paling benar dan susah
diajak diskusi karena merasa sudah paling jago. Setiap ada perbedaan pendapat
bukannya dijelaskan tapi parahnya dimarahi. Untuk kelas speaking, para tentor
hanya memberikan topik dan membiarkan para murid berlatih sendiri dengan teman
sekelas. Yang paling jengkel adalah tentor writing, dia hanya membaca materi di
buku yang sebenarnya kita bisa baca sendiri, menjelaskannya pun seperti dikejar
target dan lebih parah jika ada pertanyaan si penanya akan dimarahi karena
membuat penjelasannya terganggu. What kind of class it is!!! Bahkan aku juga
baru dengar kabar bahwa sebenarnya para tentor itu juga belum pada pernah
merasakan tes IELTS, yang lebih menyedihkan lagi mereka dengan pedenya
mengolok-olok aku dan dua temanku akan susah untuk mendapatkan beasiswa karena
tidak ada daya juang, sementara kami sebenarnya sudah mendapatkan beasiswa dan
sedang berjuang mendapatkan IELTS untuk mendapatkan kampus dan mereka tidak
tahu. So pitty!! Dalam hati cuma bisa tertawa pahit. Lucunya lagi ada salah
satu tentor di bimbingan tersebut yang mengaku menerima beasiswa luar negeri
dan semua tentor dan pengurus bimbingan tersebut sangat sering memuji-mujinya
di depan semua anak muridnnya. Sementara aku dan dua temanku tahu apa yang
sebenarnya terjadi dengan tentor yang dimaksut. Ya sudahlah... biarkan semesta
yang bekerja.
4. Penjajah tak tau diri! Aku heran dengan apa
yang terjadi dengan lembaga kursus ini. Kita membayar kursus karena kita paham
bahwa kita butuh dan tentunya kita menginginkan pelayanan dan fasilitas yang
sepadan dengan harga, tapi ini justru sebaliknya. Kita membayar seolah kita
benar-benar butuh sampai menyembah dengan mereka. Aku masih ingat ketika ada
teman yang komplain dengan pelayanan mereka, justru teman yang komplain
dimarahi. Bahkan yang lebih lucu ketika ada teman yang mengambil kelas private
di lembaga lain karena merasa kurang dengan ada yang dia dapat dari lembaga ini
dan dia lebih mementingkan kelas privatenya ketika bentrok, itupun di
intrograsi dan di olok-olok, alhasil yang ambil kelas private itu mengundurkan
diri meskipun dia sudah membayar mahal di lembaga itu.
Masih banyak sekali yang ingin aku sumpah
serapahi dari lembaga kursus yang mengklaim dirinya terbaik di Pare itu. Sangat
menyedihkan memang, sebagai bimbingan yang mempunyai nama yang dianggap bagus
seharusnya jangan membuat image Pare jadi buruk. Karena hanya bermodal
marketing dan omong kosong banyak sekali yang tertipu. Aku paling kasihan
dengan teman-teman yang datang dari jauh, mereka rela membayar mahal dan punya
ekpektasi yang tinggi untuk benar-benar belajar tapi justru sebaliknya mereka
hanya mendapatkan zong!.
Dari empat penjabaran tersebut, bisa disimpulkan
sendiri bagaiaman kecewanya kami dengan lembaga ini. Akhirnya belum sampai satu
bulan aku dan dua temanku memutuskan untuk tidak melanjutkan belajar di lembaga
itu. Yang lebih menyebalkan lagi, ketika kami masih punya etika baik untuk
mengembalikan kunci camp (program sudah termasuk penginapan) secara baik-baik,
owner dari lembaga memasang muka sombong tanpa bertanya atau berintropeksi
diri, malah jadinya seperti kami tidak lolos seleksi dari sistem yang mereka
buat.
Belajar IELTS Efektif di Pare
Setelah memutuskan keluar dari lembaga tidak jelas itu, aku dan
dua temanku sepakat untuk tetap bertahan di Pare, tapi belajar dengan sistem
sendiri. Selama niat kita baik, pasti ada jalan itu yang terjadi pada kami.
Ketika nongkrong disuatu tempat makan, salah satu dari kami ketemu dengan
seorang tentor yang membuka kelas private untuk belajar IELTS. Dengan harga
terjangkau, kamipun sepakat untuk ikut kelasnya. Apalagi setelah mendapat kabar
bahwa beliau adalah orang yang otodidak belajar IELTS selama kurang lebih dua
tahun dan sudah lama tinggal di Pare. Berawal dari sini kami membentuk sistem
belajar masing-masing. Tentor yang bertemu dengan kami secara tidak sengaja ini
memberikan saran-saran belajarnya sesuai dengan pengalaman yang dia rasakan
sendiri. Cara yang dia gunakan memang beda dari sistem di buku-buku yang kaku,
beliau juga memilihkan buku-buku yang menurut beliau worth it untuk dipelajari.
Berikut buku-buku yang saya pelajari selama kurang lebih 2 bulan belajar dengan
sistem beliau:
1. IELTS: Listeing Strategis for IELTS Test : Buku ini terbitan
dari Beijing leanguge and culture university press. Isi dari buku ini berupa
soal-soal IELTS yang sudah dikategorikan sesuai dengan kemampuan yang ingin
diasah seperti numbering, monolog, dialog, melengkapi alamat, dsb. Jadi sama
dengan soal-soal IELTS pada umunya tapi sudah dikategorikan spesifik dengan
masing-masing kategori berjumlah 10-15 soal. Sehingga kita bisa fokus per
bagian untuk belajar dan mengetahui kelemahan-kelemahan kita.
2. Writing Task 1 Tahsoni : karena aku sudah belajar untuk kelas
pemula, jadi buku ini semacam next tahapannya. Dengan belajar dari buku ini,
aku mendapatkan skill untuk meng-grouping informasi lebih mudah
sehingga bisa menjelaskan data dengan padat, singkat,dan jelas.
3, Task 1 BAND 9-Consultant: Yang saya pelajari dari buku ini
adalah style penulisan beberapa contoh essay task 1 yang mendapatkan band
9.
4. Writing Task 2 Tahsoni : buku ini membantu dalam menemukan pola
yang tepat, mudah dan jelas dalam menyampaikan ide-ide terkait
pertanyaan.
5. Buku kumpulan-kumpulan contoh essay task 1 dan 2: ini
membantuku untuk pengembangan ide dalam menjawab soal.
6. Cambridge 1-10 : buku ini sangat disarankan untuk belajar
simulasi mandiri karena tipe soal-soal yang didalam buku ini sesuai dengan tipe
soal pada saat test yang sebenarnya. Mungkin memang banyak contoh-contoh soal
simulai dari berbagai buku bisa lebih mudah bahkan lebih susah, tapi bisa saja
tipe soal pada buku lain tersebut sangat berbeda dengan tipe soal pada test
sebenarnya. Pada waktu itu, Cambridge 1-6 saya gunakan untuk latihan perbab
karena tipe-tipe soalnya sudah tidak update dengan IELTS yang sekarang, tapi
mesih sedikit relevan sementara 7-10 saya gunakan untuk simulasi. Selama di
Pare, aku sudah mengulang buku-buku ini tiga kurang lebih dua kali. Setiap
simulasi bersama teman-teman lainnya yang belajar bareng dengan tentor baru ku
ini, kita juga bahas pejelasan dari masing-masing jawab sehingga kita
benar-benar paham.
Karena semakin banyaknya teman-teman yang tertarik untuk belajar
bareng dengan tentor baru kita ini, yang awalnya kelas private jadinya kita
berubah menjadi sekerumpulan orang yang anti lembaga-lembaha di Pare. Kita
lebih mementingkan belajar bersama dan belajar private dengan tentor baru kami
ini. Tentor ini juga mengajak teman-temannya seperjuangan untuk belajar bareng
dengan kami, sehingga jadinya kita saling sharing ilmu kita tentang IELTS.
Belajar dengan metode ini menjadi lebih efektive buatku dibandingkan mengikuti
lembaga dengan sistem kaku dan tidak jelas. Jadi secara total aku dan
teman-teman punya 4 tentor IELTS yang bisa dipilih untuk kelas private dengan
keahlian masing-masing. Aku tidak akan sharing siapa tentor-tentor ini karena
mereka kebetulan saja mereka ada disitu dan tidak menetap di Pare, tapi aku
akan sharing pelajaran yang peroleh dan sangat efektif menurutku untuk belajar
IELTS. Jadi aku ambil kelas private dengan tentor-tentor ini untuk semua skill,
sehari aku ikut kelas mereka selama 1,5 jam. Sisanya aku belajar mandiri dan
terus berlatih dengan teman-teman. Selama ikut kelas mereka, aku benar-benar
seperti belajar dari nol dan merasa apa yang aku pelajari selama ini terlalu
rumit dan membuat skillku tidak meningkat. Berikut metode belajarnya.
1. Listening:
Aku belajar pertipe soal dengan menggunakan buku
"IELTS: Listeing Strategis for IELTS Test". Setelah itu aku belajar
mandiri dengan menggunakan buku cambridge 1-6, aku pilih tipe soal yang aku
ingin perdalam. Kemudian aku ulangi berkali-kali sampai aku benar-benar paham
dan benar 100%.
2. Writing
Setiap hari aku menargetkan menulis 2 essay yaitu task 1 dan task
2 kemudian aku serahkan ke guru privateku untuk di koreksi secara bergantian.
Sehari task 1 dan sehari selajutnya task 2.
3. Speaking
Untuk speaking aku lebih senang berlatih dengan teman-temanku,
kemudian aku rekam dan aku dengarkan lagi sambil aku koreksi.
4. Reading
Dikelas private reading, hampir tiap hari adalah simulasi dengan
pembahasan yang lebih detail. Dikelas private, simulasi menggunakan IELTS
cambridge 1-10, serta tambahan soal-soal yang sudah dipilihkan oleh tentor
kami. Terlepas dari kelas private, aku perbanyak baca guardian setiap
harinya serta buku-buku ielts reading secara random. Aku mencoba memahami
bacaan yang kemudian aku jelaskan menurut versiku.
Keseharianku hanyalah belajar IELTS, aku mulai belajar dari jam
08.00 sampai jam 16.00, malamnya lebih banyak menonton video-video tapi
masih terkait IELTS atau bahasa inggris. Jujur, bosen sudah pasti, makanya aku
menggunakan waktu Sabtu-Minggu untuk tidak menyentuh buku sama sekali tapi
tetap masih mendengarkan podcast dan hal-hal yang menyenangkan tapi masih
berbau bahasa inggris atau aku jalan ke luar kota, kebetulan ada teman di
Malang, atau hanya sekdar bersepedah mengelilingi Pare.Biasanya disela-sela
obrolan aku juga berusaha berbicara dalam bahasa inggris dengan
teman-temanku.
Bimbingan di Bandung
Setelah menunggu kurang lebih 2-3 bulan di Pare, akhirnya ada
pengumuman lanjutan dari beasiswa, bahwa aku mendapatkan bimbingan lanjutan di
salah satu universitas di Bandung. Senang sih, karena seuai harapan. Karena
sudah dengar dari teman-teman yang mendapatkan bimbingan IELTS, mereka yang
mendapatkan bimbingan di kampus ini hasilnya maksimal. Lebihnya lagi karena
memang aku mengingkan untuk tinggal di Bandung dalam waktu yang cukup
lama.
Ketika pertama kali masuk memang sudah terasa banget. Para peserta
bimbingan disini hanya disambut ala kadarnya, dikumpulkan disuatu ruangan,
saling berkenalan, dikasih beberapa pengumuman seperti jam bimbingan, ruangan,
dan bahkan di kasih tahu kalau dari awal tidak ada buku/ modul paten yang akan
dibagikan. Sesimple itu, cukup berbeda dengan sebelumnya yang sangat banyak
bumbu-bumbu basa-basinya.
Aku mendapatkan bimbingan di sini selama 3 bulan, tapi sudah ku
targetkan untuk mengambil tes dengan membayar sendiri pada bulan kedua, jadi
nanti kalau memang di tes kedua ini belum beruntung mencapai skor yang
diinginkan, aku akan mencoba lagi di bulan selanjutnya. Berikut yang aku
lakukan untuk persiapan sealam 1,5 bulan baik selama bimbingan atau belajar
secara mandiri:
1. Selama bimbingan, aku mendapatkan waktu yang sangat cukup untuk
simulasi, karena konsep dari bimbingan sendiri adalah memperbanyak latihan dari
pada pendelaman teori. Sementara teori akan diberikan setelah latihan, bisa ada
hari khusus untuk membahas materi, atau ketika pembahasan dari soal latihan.
Ketika pembahasan soal latihan, tentor benar-benar menjelaskan lebih detail
tidak hanya sekedar penjelasan dari jawaban, bahkan tetnor mengembangkan materi
dari soal latihan itu. Jadi bisa saja ketika membahas soal latihan bisa sampai
dua hari karena memang pembahasannya sangat detail. Menariknya lagi karena
teori disampaiakn dari soal latihan dan pengembangannya, jadi para peserta
langsung tahun applikasinya. Pembagian waktu belajarnya seperti ini:
Senin-Kamis : Latihan pembahasan, perharinya dua skill yang di
fokuskan, tapi tiap paginya kita mendapatkan latihan Listening terlebih
dahulu.
Jumat : Simulasi full all skill
2. Di luar bimbingan, aku fokus belajar mandiri dengan cara
berikut :
a. Buku-buku yang aku gunakan :
- IELTS Cambridge 1-11
- The Official Cambridge : Guide to IELTS The definitive
guide to IELTS
Adapun video yang aku gunakan untuk membantuku belajar reading,
dan menurutku sangat bagus untuk ditonton sekaligus dipraktekan :
https://drive.google.com/drive/folders/18tMkRds7SMmDgRqGQnOOojLrnOb7pAeO?usp=sharing
- Buku kumpulan soal-soal speaking yang aku kumpulkan dari
berbagai sumber kemudian aku print
b. Jadwal belajar yang aku gunakan :
Untuk jam 08.00 - 16.30 WIB, aku fokus ke bimbingan. Sebenarnya
selama bimbingan juga mengerjakan soal-soal. Di hari aktif, aku memulai belajar
mandiriku dari jam 19.00 atau lebih tepatnya setelah isya. Untuk kapan
selesianya, aku tidak pasti paling cepat aku selesai jam 00.00. Aku menggunakan
jadwal seperti ini
Senin : Reading
Selasa :Listening
Rabu :Writing
Kamis : Speaking
Jumat : Istirahat
Sabtu (Pagi-Sore) : Istirahat
Sabtu (Malam) : Listening
Minggu (Pagi-Sore) : simulasi full skiil + pembahasan
Minggu (Malam) : Writing + Reading
c. Cara belajar mandiri yang aku gunakan:
a. Reading
Pertama : Aku melakukan simulasi mandiri dengan menggunakan
soal-soal IELTS cambridge 6-11. Setiap malam aku targetkan selesai 1 paket
reading soal. Aku memahami keterbatasan diriku bahwa aku hanya bisa fokus
maksimal diawal belajar, makanya waktu ini aku gunakan untuk fokus
simulasi.
Kedua : aku cocokan dengan kunci jawaban, kemudian aku tandai
nomer berapa yang salah beserta jenis soalnya. Kemudian aku kumpulkan soal yang
salah berdasarkan kategori jenis soalnnya.
Ketiga: Aku melihat video dari kategori soal yang salah. Aku
pahami bagaimana trik dan tips untuk mengerjakan jenis soal tersebut.
Keempat : apa yang aku lihat di video, coba aku terapkan langsung
pada jenis soal yang salah tadi. Kemudian untuk memperbanyak latihan pada
kategori soal yang sama aku gunakan IELTS Cambridge 1-5.
Kelima: aku ulangi begitu terus, sampai aku benar-benar paham
mulai dari maksut soalnya, cara mengerjakan sesuai petunjuk dari video
b. Listening
Pertama : Aku melakukan simulasi 2 paket Listening
Kedua : Aku cocokan dengan kunci jawab dan aku tandai jawab yang
salah serta memperhatikan jenis soalnnya
Ketiga: Aku putar ulang audio dari jawab-jawab yang salah. Untuk
tahap ini, aku benar-benar mendengarkan dan mencoba memahami full audio dari
jawab yang salah itu tanpa memperhatikan soal terlebih dahulu. Jadi benar-benar
fokus pada audio. Aku mencoba memahami degan detail apa isi dari audio
tersebut.
Keempat : Aku perhatikan soal dari jawabanku yang salah tadi, aku
coba memahami lagi soal tersebut sambil memberikan tanda pada kata yang
menurutku keyword.
Kelima : aku dengarkan lagi audio tersebut dan mencoba menemukan
part mana yang dimaksut dari jawaban yang seharusnya.
Keenam : aku mendengarkan audio dari soal sambil melihat skrip
serta menandai kata yang menurutku baru.
Kelima : audio yang ku rasa menarik apalagi aku belum paham
seutuhnya aku simpan dalam hape dan keesok harinya ketika di jalan berangkat ke
bimbingan atau sambil makan, aku dengarkan lagi.
c. Writing
Perlu digaris bawahi, bahwa untuk skill writting/ speaking,
belajar mandiri memang tidak begitu efektif karena kita membutuhkan orang lain
untuk mengevaluasi hasil kita. Maka dari itu yang bisa aku lakukan secara
mandiri sebagai berikut:
Pertama : Aku melakukan simulasi untuk mengerjakan TASK 1 dan TASK
2. Jadi setiak jadwal writing aku targetkan menyelesaikan 2 essay.
Kedua : Setelah simulasi, aku bandingkan essayku dengan essay
contoh. Jadi aku usahakan untuk mendapatkan soal yang sudah ada contoh
jawabnnya. Yang menjadi pusat perhatianku adalah
TASK 1 :
: - Bagaimana penulis contoh jawaban membuat overview
- Bagaimana penulis melakukan grouping data dan
menyampaikannya
- Bagaimana penulis membuat kesimpulan
- Bagaimana penulis menulis perubahan data yang
terjadi (Untuk soal peta, sama saja tapi perubahan data yang dimaksut lebih ke
pergeseran tempat atau posisi)
- Kata dari penulis yang aku belum paham
TASK 2 :
-Bagaimana penulis membuat introduction
- Bagaimana penulis menyampaiakn pendapat inti untuk menjawab soal
secara langsung (Perlu digaris bawah sekali lagi, banyak dari kita yang tidak
maksimal hasil writing task 2 nya karena out of topic)
- Ide dari penulis terkait topik, aku juga bandingkan kita-kira
ide apa yang tidak terbesit di kepalaku, jika itu menarik aku akan menulisnya
di sticky note
- Bagiaman penulis menjabarkan ide
Bagiaman penulis membuat closing statment.
Selain hal-hal diatas aku juga melakukan pengembangan vocabulary
ku dengan cara melingkari setiap kata yang terlalu sering aku gunakan, kemudian
aku gunakan sinonimnnya.
d. Speaking
Sama halnya dengan writing, speaking juga tidak efektif jika
dilakukan secara mandiri. Agar belajarku lebih efektif, aku menggunakan cara
berikut :
1. Aku usahakan mencari teman yang bisa diajak praktik speaking,
kemudian pada saat praktik itu aku rekam. Rekaman akan aku dengarkan lagi,
dengan fokus pada :
- Apakah jawabnku sudah menjawab pertanyaan
- Kata apa yang sering aku gunakan, dan mencari synonim dari kata
tersebut
- Prononciation : karena aku sadar, kelemahanku juga di pronounciation,
jadi aku berusaha untuk menemukan pronounciation yang salah dari apa yang aku
ucapkan.
- Grammatical eror : aku juga memperhatikan apakah aku melakukan
grammertical error karena di speaking sangat mudah berbicara tanpa memikirkan
grammer.
- Aku melakukan brainstroming atau membadingkan ide dengan teman
ku terkait topik di speaking
2. Jika aku tidak menemukan teman, aku menggunakan cara berikut
:
- aku cari video ielts speaking dengan band minimal 7. Sangat
mudah ditemukan di youtube.
- Kemudian aku praktik menggunakan video itu. Ketika penanya
bertanya, maka aku pause degan segera, lalu aku jawab. Barulah nanti aku
compare jawabanku dengan jawaban penmbicara yang bertugas menjawab dari video
tersebut. Aku lebih fokus ke ide.
3. Setelah simulasi tersebut biasanya aku manfaatkan untuk
brainstroming dengan diriku sendiri, jadi dengan menggunakan buku berisikan
soal-soal speaing itu aku tuliskan ide-ide yang muncul dikepalaku disamping
soal.
Ada beberapa cara yang aku gunakan untuk menjawab speaking. Perlu
di highligh bahwa di speaking ada 3 sesi, kurang lebih sebagai berikut :
Sesi 1: Ini adalah sesi dimana tes speaking seperti melakukan
obrolan ringan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk sesi ini, aku berusaha
menjawab senatural mungkin seoalah itu adalah pembicaraan sehari-hari dan
tentunya aku berlatih untuk menjawab to the point, dengan panjang jawaban
maksimal tiga kalimat. Jikapun pertanyaannya dalam bentuk Yes/ No Question, aku
membiasakan diri untuk menjawab sesuai ketentuan jawaban yes/no question,
misal:
Pertanyaan : is he student ?
Jawabku : Yes, he is
Baru aku tambah satu kalimat, misal he is student of elemntary
school.
Sesi 2: Ini adalah sesi yang berusaha melihat skill kita dalam
presentasi. Kita akan diberi kesempatan untuk menulis point-point dari jawab
yang akan kita sampaikan. Untuk itu aku berlatih menjawab dengan konsep berikut
:
Contoh Soal :
Describe something you own which is very
important to you. You should say:
· where you got it from
· how long you have had it
· what you use it for; and
· explain why it is important to you.
You will have to talk about the topic for 1 to
2 minutes. You have one minute to think about what you're going to
say. You can make some notes to help you if you wish.
(Soal Source
https://takeielts.britishcouncil.org/take-ielts/prepare/free-ielts-practice-tests/speaking/part-2)
Aku tulis dikertasku
sebagai berikut :
Dengan bagan seperti itu,
aku cukup terbantu untuk mempresentasikan topik lebih tertata dan tidak
repetation.
Sesi 3: Disesi ini lebih
mengetes bagaimana kita diskusi tentunya dengan topik yang lebih berat dari
pada sesi sebelumnya. Untuk menjawab topik di sesi tiga, aku selalu berlatih
dengan menggunakan pola jawab sebagai berikut:
- Pendapatku (Setuju atau
tidak setuju atau mungkin posisi ditengah-tengah jika itu pertanyaan menanyaka
pendapat)
- Alasan
pertama
- Fakta
yang mendukung
- contoh
yang berdasarkan pengalamn pribadi atau jika belum mengalami, contoh dari lingkungan
terdekat
- Alasan Kedua
-Fakta yang
mendukung
- contoh
yang berdasarkan pengalamn pribadi atau jika belum mengalami, contoh dari
lingkungan terdekat
Alasan Ketiga
- Fakta
yang mendukung
- contoh
yang berdasarkan pengalamn pribadi atau jika belum mengalami, contoh dari
lingkungan terdekat
- Kesimpulan
Sebenarnya untuk sesi tiga
ini hampir mirip pola writing task 2. Dengan mengguakan pola ini aku bisa
menyampaikan ideku secara jelas dan tidak terjadi pengulagan. Aku berusaha
untuk setiap soal memberikan tiga ide pendukung. Kalau pun ternyata aku ragu
apakah aku diposisi setuju apa tidak maka aku akan menyampaikan diawal fakta
yang mendukung, selanjutnya diikuti fakta yang tidak mendukung dengan pola
seperti diatas. Nanti di kesimpulan aku ulangi lagi kalau aku tidak begitu
setuju dan tidak begitu pula tidak setuju. Jadi lebih win-win solusi
saja.
Pengalaman dengan
menggunakan pola itu, bisa membuatkan memberikan statment yang jelas dari awal
tentang apa yang aku pikirkan tentang topik itu dan dengan menceritakan
pengalam pribadi atau dari apa yang terjadi disekitar membuatku lebih bisa
menjelaskan lebih detail apa yang aku maksut. Sebenarnya ada banyak pola untuk
menjawab sesi 3 ini, tapi dari beberapa latihan pola ini lebih cocok untuk
diriku. Mungkin nanti aku bisa menuliskan pola yang lain.
Setelah melakukan pola
belajar itu kurang lebih 1,5 bulan selama di Bandung, akhirnya sampailah pada
hari yang aku tunggu, yaitu real tes IELTS!. Beberapa hal yang aku lakukan
beberapa hari mejelang tes IELTS.
1. Aku selalu setuju dengan
konsep, ketika kita akan berbagi, maka sebernya kita berbagi untuk diri kita
sendiri. Maka dari itu, aku selalu berfikiran bahwa aku harus melakukan
sesuatu, di agamku dikenal istilah shodaqoh.
2. Aku selalu percaya bahwa
berjanji pada Sang Pemberi keputusan adalah suatu cara meminta yang mujarab
atau lebih dikenal dengan istilah Nadzar. Aku bikin beberapa Nadzar jika tes
IELTS ku minimal 6.5.
3. H-1, aku tidak belajar
sama sekali, lebih banyak jaga mood, hape aku matikan, banyak nonto film.
Intinya banyak melakukan hal-hal yang bikin seneng, tapi jangan
berlebihan.
4. Ketika hari H, aku
pastikan sudah diruangan 30 menit sebelumnya.
Melalui proses yang panjang
tersebut dan setelah dua kali tes, alhamdulillah IELTS ku mencapai 6.5 dengan
band masing-masing skill tidak kurang dari 6.